Reposting dari status ustadz Ahmad Sarwat, Lc:


Email Mantan Mad'u 


Seorang mantan binaan saya suatu hari kirim email. Mungkin karena dahulu sering konsultasi dalam banyak masalah, meski sudah tidak lagi jadi binaan, tapi masih kirim-kirim kabar dan masih juga sering berkonsultasi. Ini adalah petikan kiriman emailnya dan jawaban dari saya. Semoga bermanfaat :


Assalamu 'alaikum Ustadz, 
Apa kabar ustadz, semoga antum sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin ya rabbal 'alamin.


Saya mohon antum kasih saya saran dan nasehat, seperti dulu sering antum lakukan saat antum masih tinggal di kota kami. Singkatnya, saya ingin mencalonkan diri sebagai bupati di daerah saya ini, namun dana saya kurang yang dibutuhkan 10 M?


1. Bolehkah saya ngutang? Kalau kalah sebenarnya saya juga tidak yakin bisa bayar.


2. Sejauh mana saya menilai calon pasangan saya itu bersih hartanya, karena dia Mantan Kepala Dinas tetapi punya dana sampai 20 M dan siap membiayai semua kampanye asal partai saya mendukung dia?


Syukron


A


Jawaban :


Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah kabar saya sekeluarga dalam keadaan baik dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Bagaimana kabar antum sendiri, semoga juga sehat selalu. 


Sebelumnya saya ucapkan selamat atas niat baik untuk ikut dalam bursa calon jabatan. Sebagai ikhwah yang sama-sama cinta Islam, tentu saya tidak keberatan untuk memberikan pesan dan wasiat kepada antum, sebagaimana saya harapkan.hal yang sama dari antum khususnya.


Sebagiamana antum sudah ketahui bahwa harusnya dalam Islam untuk menjadi pimpinan tidak ditentukan berdasarkan berapa uang yang dimiliki. Sayangnya, kita sekarang hidup di zaman yang apa-apa serba uang, sehingga untuk menjadi pimpinan pun harus pakai uang.


Logika pejabat harus punya uang ini sebenarnya logika yahudi. Dahulu ketika bangsa yahudi minta kepada Allah agar di antara mereka ada yang dijadikan raja (penguasa), maka ketika Allah sudah tentukan, rupanya orangnya tidak seperti yang mereka bayangkan. Ternyata dia miskin tidak punya uang.


Dalam logika yahudi, bagaimana mungkin orang miskin tak beruang bisa jadi penguasa.


Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Baqarah: 247)


Kelemahan sistem ini adalah tiap pejabat akan selalu dalam keadaan berhutang dan berpikir bagaimana bisa membayar hutang-hutangnya itu. Sayangnya, yang terjadi lebih terjadi adalah 'kongkalikong' antara pejabat dan penguasaha. Sang pejabat merasa berhutang kepada pengusaha, maka apa pun yang diminta oleh si penguasaha, si pejabat pun akan berupaya meluluskannya. Bahkan meski terkadang tidak masuk akal atau merugikan masyarakat.


Di masa khilafah Islamiyah rasyidah, ketika Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali menjadi khalifah, tidak ada sedikit pun biaya yang dibutuhkan. Sebab kriteria pemimpin di masa itu adalah murni pemimpin, yaitu orang yang paling bertaqwa, paling mengerti Al-Quran, paling mengerti sunnah dan paling faqih dalam urusan mengatur umat. Aklamasi para shahabat memilih para khulafa' rasyidah itu kini sudah tinggal sejarah.


Karena itu kalau pun kita harus masuk ke dalam sistem jahiliyah ini, pastikan bahwa si pengusaha yang akan jadi sponsor dalam pilkada tidak akan minta macam-macam, yang sekiranya akan merugikan rakyat.


Malah saya berpikir, kalau memang hukum dan penegakannya hanya bisa didapat lewat menjadikan salah seorang kader muslim ini menjadi pejabat di suatu tempat, biayailah dari dana sedekah (baitulmal) yang tidak mengikat. Sedekah itu bisa dikumpulkan oleh umat Islam yang prihatin dengan keadaan negara dan para pejabatnya yang carut marut, lalu dengan rasa tsiqah dan amanah, dana yang dikumpulkan oleh umat itu dijadikan sebagai biaya untuk kampanye dan lain sebagainya.


Maka si pejabat ini pun tidak punya hutang apa-apa dengan para pengusaha, yang umumnya jarang yang bermoral. Toh si pejabat itu naik ke pentas kekuasaan dengan uang sedekah umat Islam yang berpatungan bahu membahu demi tegaknya sistem yang bersih.


Tentu saja si pejabat juga harus tahu diri, bahwa dirinya bukanlah penguasa selamanya. Kalau umumnya rakyat masih harus antri minyak tanah, maka alangkah indahnya kalau isteri si pejabat ini pun ikut juga antri minyak tanah. Kalau rakyat masih naik kereta api kambing, maka pejabat ini pun juga harus naik kereta kambing itu.


Jangan sampai rakyat hidup susah, tapi pejabatnya enak-enakan menginap di hotel berbintang, padahal duit dari hasil memeras keringat rakyat. Pejabat ini harus berpikir bahwa dirinya dan kedudukannya adalah waqaf di jalan dakwah. Semua dibiayai oleh dana sedekah umat Islam. Maka semua itu nanti akan ditanya dan dipertanggung-jawabkan di akhirat.


kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (QS. At-Takatsur: 8)


Bukankah khalifah Umar bin al-Khattab sekalipun hanya tertidur di atas tanah di bawah pohon? Beliau tidak punya istana, apalagi pengawal. Tapi kesaksian seorang utusan Romawi tatkala melihatnya tidur di bawah pohon tanpa pengawalan sangat menarik kita ingat: 'Adalta fa amanta fa nimta" Kamu telah berlaku adil, maka kamu aman dan kamu bisa nyenyak tidur."


Bukankah dahulu Umar bin Abdul Aziz telah menjual semua kereta kuda kerajaan yang konon terbuat dari emas, sebagai fasilitas yang disediakan negara untuk sang khalifah. Hasil penjualannya diserahkan kepada baitulmal.


Maka nanti kalau antum sudah jadi pejabat, pastikan antum tidak naik mobil kecuali yang paling murah, tanpa AC, dan mobil bekas. Karena rakyat antum umumnya malah masih berjalan kaki atau menggenjot sepeda.


Pastikan antum tidak menghabiskan uang rakyat sekedar untuk membeli safari dan jas, sebab khalifah Umar bin Al-Khattab hanya punya 1 potong baju yang tambalannya 40 buah, padahal luas wilayah kekuasaannya meliputi 3 imperium dunia.


Pastikan juga antum tidak tinggal di rumah dinas yang dibangun dengan uang rakyat, sementara masih ada gelandangan yang tidur beratapkan langit dan beralaskan bumi.


Pastikan antum tidak tidur di waktu malam kecuali rakyat antum semua telah kenyang. Sebab khalifah Umar tidak pernah tidur di waktu malam, kecuali beliau telah pastikan semua rakyatnya tidak ada yang kelaparan malam itu.


Dahulu khalifah Umar naik unta bergantian dengan pembantunya ketika berangkat ke Palestina untuk menerima kunci Baitul Maqdis, sehingga ketika sampai di pintu gerbang negeri itu, orang-orang malah mengelu-elukan pembantunya, yang kebetulan sedang dapat giliran naik unta dan Umar yang menuntunnya.


Ketika Hasan Al-Banna bepergian untuk berdakwah, konon ada orang yang mengenalinya naik kereta kelas tiga. Sebagai pemimpin tertinggi jamaah Islam terbesar di dunia, rasanya kurang pantas kalau tokoh itu naik kereta kelas kambing. Ada orang bertanya, mengapa naik kelas 3? Beliau hanya tersenyum dan menjawab, karena tidak ada kelas yang lebih rendah lagi.


Yang diperlukan pada hari ini untuk menjadi pejabat bukan program aneh-aneh, rencana yang muluk-muluk. Tapi yang dibutuhkan adalah kesederhanaan, kebersahajaan, keikhlasan dan juga persamaan derajat dengan nasib rakyat yang paling bawah.


Kalau belum bisa mensejahterakan rakyat, maka janganlah hidup dengan gaya sejahtera sendirian. Tapi tanggalkan semua kemewahan dan hiduplah bersahaja seperti rakyat.


2. Mantan kepala Dinas calon teman anda itu perlu diaudit dulu duitnya. Kalau duitnya itu halal, karena dia memang mendapatkannya di jalan yang benar, silahkan berpartner.


Tapi kalau jelas-jelas dia maling yang mengambil uang rakyat, maka jauhilah dia. Jangan sekali-kali anda berteman dengan maling, sebab yang anda lakukan adalah sebuah misi dakwah. Dan misi dakwah tidak akan bisa bersinergi dengan misi para maling.


Jangan kotori dakwah antum dengan dana para maling, sebab selain tidak berkah, antum sendiri pun akan dikader untuk jadi maling juga. Naudzu billahi minta dzalik.


Nasehat


Kalau mau mendapatkan simpati rakyat, sebaiknya antum lebih sering bergaul dengan para gelandangan, korban bencana alam, atau di tengah keringat kuli angkut pelabuhan. Semua itu agar antum bisa dengan murni menyuarakan langsung isi hati dan aspirasi mereka.


Bahkan kalau perlu, langsung selesaikan masalah mereka, tidak perlu mengajak-ajak atau berteriak. Misalnya, di tengah korban lumpur Lapindo itu, antum langsung bagian uang sejumlah yang mereka tuntut dan sampai hari ini tidak pernah dibayar oleh penguasa.


Beri mereka rumah dan apa yang mereka minta secara ikhlas tanpa minta pamrih apa pun. Bukankah dahulu khalifah Utsman bin Affan telah mewakafkan sebuah sumur yang dijual mahal oleh yahudi. Padahal saat itu sedang kemarau berkepanjangan, orang mati kehausan karena tidak ada air. Maka Utsman pun merogoh koceknya dan membayar lunas sumur itu, sambil beliau katakan bahwa sumur itu adalah waqaf beliau, siapapun termasuk si yahudi, kalau mau minum, silahkan ambil, gratis tidak perlu bayar. Itu baru namanya khalifah, menyelesaikan masalah tanpa teriak-teriak.


Ketika melihat Bilal dengan disiksa tuannya, Umayyah, Abu Bakar sepontan kerogoh kocek dan membayar dua kali lipat harga budah hitam itu. Tentu saja Umayyah menari kegirangan dibayar dua kali lipat. Tapi buat Abu Bakar, dakwah itu berarti berinfaq dengan nyata, bukan sekedar berorasi.


Nah, dari pada duit antum habis buat kampanye yang tidak-tidak, mending buat waqaf saja memberi korban bencana. Pahala sudah pasti mengalir terus sepanjang waktu. Dan ingat, doa-doa mereka yang terdzalimi tidak bersekat di sisi Allah.


Alangkah tidak punya nuraninya ketika ada anak bangsa yang tinggal di tenda-tenda darurat, anak mereka lapar, terserang penyakit, lalu kita sebagai pejabat malah enak-enakan tidur di kamar suit hotel bintang lima. Kenapa dananya tidak dibagikan saja buat orang fakir miskin itu?


Apakah pejabat yang menginap di hotel bintang lima itu akan semakin baik pekerjaannya, dibandingkan kalau mereka ikut tinggal berkemah di tengah tenda para pengungsi?


Terakhir, sebelum antum putuskan diri menjadi pejabat, pastikan bahwa umur kita tidak ada yang tahu. Jadi kalau sewaktu-waktu Allah mencabut nyawa kita, jangan protes. Karena bisa saja di tengah kejayaan anda, tiba-tiba Izrail si pencabut nyawa nongol di depan hidung anda, terus dia bilang, "Well sir, its time."


Jadi pastikan setiap saat antum berada pada posisi tidak punya hutang kepada siapa pun, juga tidak pernah menzhalimi siapa pun, tidak punya dosa dan maksiat kepada siapa pun. Dan dengan tenang anda bisa menjawab si Izrail itu, "No Problemo."


Semoga antum sukses dalam dakwah di dunia yang penuh dengan kemungkaran dan kezaliman. Saya secara pribadi terus terang belum seberani antum, karena merasa belum mampu dengan segala macam ujian dan cobaan di dalamnya. Dan banyak dari pendahulu kita yang mundur kembali karena tidak kuat dengan godaan yang maha dahsyat. 


Semoga Allah selalu menyelamatkan antum dalam setiap malapetaka di negeri ini. amien.


Akhukum fillah,


Ahmad Sarwat, Lc

ini salah satu kata yang sering kugunakan dalam beberapa tulisan dan uangkapan, kata 'telaga'. Identik dengan kecemerlangan, kesejukan, kesegaran, tempat yang nyaman untuk istirahat dan menunggu. Tempat yang sebagian besar orang suka. Ketika membicarakan permasalahan, konflik, dan hal-hal yang negatif, kata 'telaga' sering masuk menyertai pembicaraan dan pembahasan tentang hal itu. walau bukan sesuatu yang harus, tapi muara-muara seperti itu, biasanya selalu menjadi tempat kembali untuk menciptakan ketenangan.

Beberapa waktu yang lalu, menjadi waktu yang begitu berat untuk di jalani. Hampir semua terjadi begitu rumit karena alur di pikiran yang tidak jelas ujung pangkalnya. Bahwa cara berpikir dan cara pandang yang salah bisa berakibat pada perbuatan yang tidak tepat, seperti yang Allah sampaikan, "Aku sesuai prasangka hambaku". efeknya bgtu luar biasa, layaknya efek bola salju, semakin tidak terselesaikan semakin menumpuk segala permasalahan yang sebelumnya. secara logika, bisa dengan mudah diselesaikan, karena rata2 permasalahan yg dihadapi oleh kita cenderung memiliki pola yang sama dengan yang sebelumnya. maslahnya adalah, logika kita tidak berjalan saat kita berada didalam. Tidak sepenuhnya sadar dan tenang.

(bersambung...)

 

Judul Buku: The Power of Kepepet : Cara Tercepat, Terampuh Jadi Entrepreneur! Dijamin!!!
Penulis: Jaya Setiabudi
Ukuran: 15 x 21 cm
Tebal: 144 halaman
Terbit: Desember 2008
ISBN: 978-979-22-4214-0
Penerbit: PT Gramedia Putaka Utama
Semua orang merasakan ketakutan untuk memulai sesuatu, apalagi kalau itu berhubungan dengan modal alias uang. Tak hanya itu, waktu, keahlian, dan pengalaman juga kadang kala menjadi momok bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
Tapi tidak bagi Jaya Setiabudi. “Lebih baik kecil jadi bos, daripada gede jadi kuli.” Itulah pesan orangtua yang selalu terngiang di benak Jaya Setiabudi yang akhirnya mendorong dia untuk sungguh-sungguh menjadi seorang entrepreneur, menjadi bos beberapa perusahaan. Pengalaman jatuh bangun menjadi seorang entrepreneur itulah yang dituangkan dalam buku ini. Dia ingin menjawab apa yang selalu dibutuhkan orang-orang ketika hendak menjadi seorang pengusaha. Bagaimana caranya? Berguru pada siapa? Mulai dari mana? Modalnya bagaimana? Urusan tempat bagaimana?
Modal dan motivasi yang paling awal sekaligus paling dahsyat adalah Anda harus menempatkan diri dalam “Kondisi Kepepet”. Anda harus menciptakan kondisi tersebut karena kondisi itu akan memacu kreativitas Anda untuk mencari jalan keluar. Tak mengherankan banyak yang mengatakan, “Kepepet merupakan motivasi terampuh, 97 persen orang termotivasi karena kepepet.”
Dengan bahasa sehari-hari yang sangat ringan, Jaya menuturkan secara jelas dan terbuka mengenai apa saja yang kita perlukan untuk mengarahkan diri kita menjadi seorang entrepreneur: mulai dari menciptakan kondisi kepepet, membuat hitung-hitungan bila hendak membuka usaha, bagaimana menjalankan usaha itu agar memberikan penghasilan yang memadai, dan yang penting … jangan overdosis! Anda harus bisa mengukur kekuatan diri. Bila Anda sudah berkeluarga, semua langkah harus dikomunikasikan kepada keluarga karena apa yang Anda lakukan akan sangat mempengaruhi kehidupan Anda sekeluarga.

Ummat: “Ustadz Ganteng, mohon maaf, berapa ya kami perlu ganti untuk transportasi?”Ustadz Ganteng: “Untuk administrasi aja ya, sediakan aja 30 juta, 10 juta dibayar di depan ke account saya. Oya, kalo nggak jadi DP nya angus ya..”
Percaya atau nggak percaya, fakta semacam ini ada. Begitulah suatu hari, ketua DKM salah satu masjid bilang ke saya. Saya jadi mikir “pantes aja mobil si Ustadz Ganteng Fortuner dll” hehe..
Saya pribadi juga seringkali ditanya, “Ustadz, maaf nih, administrasinya berapa yang harus kita siapkan?”Jawab saya “Saya nggak pernah minta bayaran untuk dakwah, berapapun yang panitia kasih akan saya terima, kalo nggak ada pun nggak papa, asal transportasi dan akomodasi ditanggung panitia”
Parahnya masa kini, banyak orang yang udah nggak malu menjadikan Ustadz dan Da’i sebagai profesi. Pekerjaan profesional. Karena itu layaknya seorang pembicara publik, mereka mematok tarif sekali pengajian. Kalo udah masuk TV apalagi, matoknya diatas 10 juta. Subhanallah.
Padahal dakwah bukan profesi, dia adalah kewajiban sebagaimana shalat 5 waktu dan puasa. Yang tanpa dibayar pun harusnya dia tetap berdakwah. Karena itu kewajiban dia.
Bagaimana pendapat Anda bila ada orang mengatakan “Hmm.. boleh saja, saya mau shalat, dan Anda boleh lihat saya shalat, asal bayar dulu 10 juta”. Aneh, yang perlu siapa yang ribet siapa?
Pantas saja, ketika dakwah sudah jadi profesi, maka Da’i akan menyesuaikan materi dakwahnya sesuai permintaan pasar. Dia akan menyampaikan yang diinginkan orang bukan yang dibutuhkan oleh orang. Dia akan membiarkan kemaksiatan di depan matanya karena dia telah dibayar untuk itu.
Sikap kritis pun hilang dari situ. Karena dia sudah dibayar. Entah dipasangkan pengajiannya dengan artis doyan mabok atau penyanyi dangdut, sang Ustadz tidak merasa risih. Karena dia sudah dibayar!
Bagaimana mau protes, kalo protes bisa-bisa nggak dipanggil lagi!Pembodohan pun terjadi. Karena dakwah telah dianggap profesi.
Saya tidak pernah bilang menerima uang dari menyampaikan Islam adalah sesuatu yang haram
sah-sah saja, bukankah Rasul juga mengatakan bahwa “Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil adalah upah mengajarkan kitabullah” (HR. Bukhari)Namun, ada perbedaan besar antara upah mengajarkan kitabullah dengan memelintir kitabullah untuk mendapatkan harta dari situ.
Nyata-nyatanya, tidak ada satupun Ustadz Ganteng yang membacakan ayat-ayat nahi munkar, ataupun memperingatkan tentang bahaya-bahaya yang betul-betul mengancam ummat semisal syirik modern (demokrasi), ashabiyah modern (nasionalisme), atau liberalisme yang mengajak Muslim meninggalkan Al-Qur’an.
Uang memang mengerikan. Ia bisa merubah niat seseorang yang awalnya lurus menjadi bengkok. Yang tadinya tegas menjadi samar.
Bersyukurlah pada Allah bila anda adalah Da’i yang tidak mengharapkan dan tergantung bayaran dari ummat.
Karena Anda akan selalu objektif dalam memandang masalah, bukan memberikan yang diinginkan namun mengobati ummat dengan memberikan yang mereka perlukan.
Saya betul-betul bersyukur, ketika baru masuk Islam, Ustadz saya Fatih Karim menyampaikan kira-kira begini:”Lix, kalo dikasi orang uang, antum boleh terima, tapi untuk melatih keikhlasan, lebih baik gunakan lagi di jalan dakwah”
Subhanallah, mudah-mudahan masyarakat akan segera bisa melihat, Da’i mana yang sebenarnya betul-betul sayang pada mereka, peduli dan mengasihi mereka. Da’i yang tertumpah air matanya di malam hari karena memikirkan ummat yang tak kunjung cenderung pada Islam. Da’i yang justru mengeluarkan uang mereka agar ummat mau berpaling pada Islam. Da’i yang menumpang angkot dan berjalan kaki demi ummat. Da’i yang siap memasang badan satu-satunya demi kehormatan Islam.
Sayangnya, Da’i semacam ini mungkin takkan kondang, mungkin takkan muncul di sinetron atau di TV karena mereka menolak untuk menyesuaikan materi karena uang.
Bagi Da’i semacam ini uang tak bernilai buat mereka walaupun uang sangat mereka perlukan
karena demi Islam, tak ada yang bisa menawar
Salamku,

Felix Siauw
pada semua Da’i yang hanya Allah Swt yang tahu mereka
Ya Allah, berikanlah mereka kemudahan, berikan mereka kekuatan

eits...lama tidak ada yang bersua ya...tamu juga gk ada, tahu kenapa?karena tuan rumahnya juga gak pernah ada di rumah, hhe..

walau begitu, tidak apa2, kita akan aktifkan kembali blog CAH AYU (CAHAYA Ummat_sebutan tempoe doeloe, kata pak Wiranto) sepenuh yang kita bisa. smga kedepan tidak ada kendala, tidak kembang kempis, kada ada kadang enggak :D

kita update mulai saat ini aja ya, yg kemarin2 lewat dulu..

ikhwah, ahad 5 feb, kmrin alhamdulillah kita bisa melakukan aktifitas bersama lagi, lumayan bisa merefresh semangat kita. walau tidak banyak_karena waktu liburan kampus_acara kemarin cukup mnyenangkan. mulai dari out bound, makan gethuk bersama (hhe..), tukar kado, diskusi sampai main sama anak2 kecil, maklum krna boleh mengajak keluarga, jd ada anak2 juga yang ikut main...
mungkin tidak besar acara ini, dan tentu bnyak kekurangannya, kita berharap semangat, orientasi, dan militansi kita tumbuh kembali untuk selalu berkontribusi untuk ummat ini. Tentu keberkahan dan ridho Allah semga senantiasa bersama langkah-langkah kami.

LPMS CU, semangat !!!!!

Copyright 2010 Bening Hati
Lunax Free Premium Blogger™ template by Introblogger